Surat Imajiner Seorang Anak Yatim


sumber : from email …

Subuh itu, samar-samar kudengar suara adzan dari mushola dekat rumah, ingin rasanya segera bangkit dan pergi menuju asal suara itu, namun rasa kantuk dan keinginan untuk memperpanjang tidur lebih kuat menyelimuti fikiranku, kemudian mengikat seluruh tubuhku dan mengunci seluruh sendi-sendi hingga aku tidak bisa membangunkan diri.

Tiba-tiba kenyamanan itu terbuyarkan, oleh suara panggilan seorang laki-laki yang penuh kharisma dengan suara khasnya, yang mampu meluluh lantakan keengganan dan menghancurkan kemalasanku, selimut dan ikatan itu akhirnya terurai, suara itu membebaskan dan mengarahkanku untuk pergi menuju mushola. Suara itu adalah ayahku, yang sejak sebelum datang waktu subuh, telah lama berdiri, rukuk, sujud dan duduk diatas sejadahnya yang berwarna hijau itu.

Sekarang aku tahu, bahwa ayahku selalu bangun lebih awal dan melaksanakan shalat Tahajud, memohon kepada Allah agar kami sekeluarga diberikan kesehatan dan keselamatan. Bermunajat kepada Yang Rahman agar anak-anaknya menjadi Imam bagi orang-orang yang bertaqwa.

Terimakasih Ya Rabb, seandainya aku tidak memiliki ayah yang biasa membangunkanku dikala subuh, mungkin sudah berbilang bulan aku lalui hari tanpa shalat subuh. Terimakasih Ayahku…

Jam 6.30 aku sudah siap berangkat kesekolah, dengan baju kemeja warna putih, dan celana pendek warna merah, dilengkapi dengan dasi dan topi serta sepatu hitam kesayanganku. Seperti hari-hari sekolah-ku yang lain, ayahku dengan sabar sudah menunggu-ku di halaman, ditemani dengan motornya yang sudah mulai tua.

Secepat kilat aku naik kemotor itu, duduk dibelakang ayahku dan aku peluk badannya erat-erat. Perlahan kehangatan badannya merambat ke seluruh tubuhku, terasa begitu nyaman, tentram dan aman berada di dekatnya, membuatku tak ingin melepaskannya, bahkan semakin erat tangan ini memeluknya. Sayup-sayup kudengar ayahku mengajak dan mengingatkan agar kami berdoa bersama dalam perjalanan itu…..

Subhanalladzi sakhorolana Hada,…..

wa maa kunna lahu mukriniinn……

wainna ilaa robbina lamunqolibuun….

Allohumma inna nasaluka fii safarina hada birro wattaqwa…..dst

Setiap hari, kegiatan ini terus berulang berbulan-bulan dan bertahun-tahun. Begitu Indah terasa, begitu dalam tersimpan dalam ingatan. Sungguh, aku merindukan hari-hari itu……

Sampai satu kabar yang mengguncangkan hatiku, merobek-robek perasaanku. Kabar yang telah tertulis dalam kitab yang Nyata (Lauhul mahfudz), Kitab yang memuat ketetapan-Nya tentang ajal setiap manusia. Bahwa, ayahku meninggal dalam kecelakaan menuju tempat kerja. Bahwa ….

Ayahku Syahid dalam perjalanan untuk menunaikan kewajibannya ditempat kerja. Tempat dimana asal muasal seluruh biaya hidup dan kesehatan keluargaku terjamin. Tempat dimana asal biaya agar aku bisa bersekolah dan mewujudkan cita-cita ayahku. Tempat dimana ayahku bercanda dan bersuka cita dengan teman-temannya….

Inna lillahi wainna ilaihi roji’un……

Allah mengambilnya lebih cepat dari dugaanku …

Allah mengambilnya disaat aku membutuhkan bimbingannya …

Allah mengambil hambanya yang selalu mengajarkan kebaikan untuk anaknya …Sekarang …

Aku harus wujudkan cita-cita dan harapan ayahku …

Aku harus tunaikan kewajiban menuntut ilmu …

Aku harus yakin dengan harapan yang masih terbentang …

Aku harus Yakin bahwa Allah akan

memberikan jalan kemudahan …

Kemudahan untuk menggapai cita-cita ayahku …

Kemudahan dari arah yang tidak pernah aku duga

Kemudahan yang mungkin datang dari teman-teman ayahku…….

Mohon sampaikan salam hangat ini, bahwa ….

Aku rindu kepada teman-teman ayahku…..

Sebagaimana aku rindu kepada ayahku…..